Minggu, 12 Juni 2016

PERAWATAN ANAK ASMA BRONKIAL



BAB I
PENDAHULUAN
A.    PENDAHULUAN
            Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
            Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.
            Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju.
            Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema.
Maka disini kami akan memaparkan tentang Asma Bronchial yang nantinya akan dibutuhkan oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung  Definisi Penyakit Asma Bronchial, Etiologi Penyakit Asma Bronchial, Patofisiologi Penyakit asma bronkial, Gejala Klinis Penyakit Asma Bronchial, Diagnosis Penyakit Asma Bronchial dan Pencegahan Penyakit Asma Bronchial.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana cara pemberian ASKEP pada anak dengan Asma bronkial?

C.    TUJUAN
1.      Mampu mengetahui defenisi dari Asma bronkial,
2.      Mampu mengetahui etiologi Asma bronkiale,
3.      Mampu mengetahui patofisiologi Asma bronkiale,
4.      Mampu memahami manifestasi Asma bronkiale,
5.      Mampu memahami ASKEP pada anak dengan Asma bronkiale.

















BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    DEFENISI
            Asma adalah suatu kadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hipere aktivitas bronkus yang khas.Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan saluran pernapasan sementara waktu sehingga sulit bernapas. Asma terjadi ketika ada kepekaan yang meningkat terhadap rangsangan dari lingkungan sebagai pemicunya. Diantaranya adalah dikarenakan gangguan emosi, kelelahan jasmani,perubahan cuaca, temperatur, debu, asap, bau-bauan yang merangsang, infeksisaluran napas, faktor makanan dan reaksi alergi.
            Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus.( Huddak & Gallo, 1997 ).

B.     ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
1.      Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.


2.      Faktor presipitasi
a.      Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
·         Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
·         Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
·         Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b.      Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c.       Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadiny
d.      Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.



e.       Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa di obati.

C.    PATOFISIOLOGI
            Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
            Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua factor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.  
            Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
             Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)

D.    KLASIFIKASI
Berdasarkan Keparahan Penyakitnya :
a. Asma intermiten
           Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%
b. Asma ringan
           Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%
c. Asma sedang (moderate)
           Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%
d. Asma parah (severe)
         Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%



Derajat
Gejala
Gejala malam
Faal paru
Intermiten
Gejala kurang dari 1x/minggu
Asimtomatik
Kurang dari 2 kali dalam sebulan
APE > 80%
Mild persistan
-Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari
-Serangan dapat menganggu aktivitas dan tidur
Lebih dari 2 kali dalam sebulan
APE >80%
Moderate persistan
-Setiap hari,
-Serangan 2 kali/seminggu, bisa berahari-hari.
-Menggunakan obat setiap hari
-Aktivitas & tidur terganggu
Lebih 1 kali dalam seminggu
APE 60-80%
Severe persistan
- Gejala Kontinyu
-Aktivitas terbatas
-Sering serangan
Sering
APE <60%

E.     GEJALA KLINIS
            Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
            Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
            Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut.         Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik
 Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.

1.      Stadium dini
a.      Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b.      Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c.       Whezing belum ada
d.      d.Belum ada kelainan bentuk thorak
e.       Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f.       BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
a.       Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b.      Whezing
c.       Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d.      Penurunan tekanan parsial O2



2.      Stadium lanjut/kronik
a.       Batuk, ronchi
b.      Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c.       Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d.      Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e.       Thorak seperti barel chest
f.       Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g.      Sianosis
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)



F.      KOMPLIKASI
            Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang men gancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus seperti ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan sangat meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat,karena individu yang mengalami asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.

G.  PENATALAKSANAN KLINIS
1.Pengobatan non farmakologik:
·         Memberikan penyuluhan.
·         Menghindari faktor pencetus.
·         Pemberian cairan.
·         Fisiotherapy.
·         Beri O2 bila perlu.

2.      Pengobatan farmakologik :
·         Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2.      Santin (teofilin)
Nama obat :
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
·         Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
·         Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
·         Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.

H.    Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
·         Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
·         Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
·         Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
·         Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2.Pemeriksaan darah.
·         Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
·         Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
·         Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
·         Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

3.       Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
·         Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
·         Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
·         Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
·         Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
·         Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

4.        Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

5.      Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
  Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
  Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
  Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

6.      Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
7.      Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
1.    Pengkajian
·      Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan.
·      Aktivitas/istirahat
Gejala    :  kelemahan, kelelahan dan insomnia
Tanda     : letargi dan penurunan toleransi terhadap aktivitas
·      Pernapasan
Gejala                : Riwayat adanya/ISK kronis,PPOM,merokok sigaret.
Takipnea, dispnea progesif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda                 : Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen.
Perkusi               : pekak diatas area konsolidasi.
Fremitus              :taktil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi. Gesekan friksi pleural.
Bunyi nafas         : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronchial.
Warna                : pucat atau sianosis bibir/kuku.
·         Sirkulasi
Gejala     : riwayat adanya/GJK kronis.
Tanda      : Takikardia.
Penampilan kemerahan atau pucat.
·      Integritas ego
Gejala    : Banyaknya stressor, masalah finansial
·      Makanan/Cairan
Gejala    : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.
Tanda     : Distensi abdomen.
 Hiperaktif bunyi usus.
 Kulit kering dengan turgor buruk.
·      Neurosensori
Gejala    : Sakit kepala daerah frontal.
Tanda     : Perubahan mental (bingung, somnolen)
·      Nyeri/Kenyamanan
Gejala    : Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik),mialgia, artralgia.
Tanda     : Melindungi area yang sakit.
·      Keamanan
Gejala    : Demam ( mis. 38.5-39,6oC)
Tanda     : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar.
·      Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala         :Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alcohol kronis. DRG menunjukan rerata lama dirawat : 6,8 hari.



2.    Diagnosa
o  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sputum
o  Nyeri akut berhubungan dengan intensitas batuk yang tinggi
o  Ketidakefektifan polaa nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3.    Intervensi



Intervensi
No.
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sputum

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapakan:
ü  Jalan nafas kembali efektif.
ü  pasien dapat mengeluarkan sputum,
ü  wheezing berkurang/hilang,
ü  Sesak nafas berkurang, dan
ü  Batuk berkurang/hilang.

Airway Management
ü  Auskultasi bunyi nafas,
ü  Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi,
ü  Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah,
ü  Kaji hasil TTV,
ü  Kaji riwayat kesehatan klien dan keluarga,
ü  Observasi sputum (warna, konsistensi, bau),
ü  Posisikan klien semifowler,
ü  Beri minum air hangat,
ü  Beri makanan yang lembut dan hangat,
ü  Ajarkan tekhnik batuk efektif,
ü Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat dan terapi nebulizer, dan
ü Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
ü  Klien mau mengikuti saran dari perawat,
ü  Klien bersedia melakukan terapi yang dianjurkan perawat,
ü  Klien tampak masih sesak nafas,
ü  Klien bersedia meminum obat, dan
ü  Klien bersedia menghirup asap dari nebulizer.
2.
Nyeri akut berhubungan dengan intensitas batuk yang tinggi

Pian Level 2102
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam, diharapkan nyeri yang dirasakan pasien berkurang/hilang dengan kriteria hasil sbb:
ü nyeri berkurang.
ü  Ekspresi wajah pasien tampak membaik.

Pain control :1605
ü  Faktor penyebab nyeri hilang.
Pain management
ü  Observasi penyebab, kualitas, ratio, skala dan waktu terjadinya nyeri.
ü  kaji riwayat keluarga pasien
ü  Observasi TTV
ü  kompres dengan menggunakan air hangat
ü  Pijat dengan lembut area nyeri,
ü  ajarkan teknik nafas dalam untuk mengurangi nyeri
ü  kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat 
ü Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang,
ü Klien bersedia meminum obat,
ü Klien mampu melakukan teknik nafas dalam secara mandiri.
3.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam.
Diharapakan:
ü Pola nafas kembali efektif.
ü ekspansi paru mengembang.
ü bunyi napas normal bersih,
ü batuk berkurang/hilang,
ü TTV dalam batas normal.

ü  Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekpansi paru,
ü  Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing,
ü  Kaji riwayat kesehatan klien dan keluarga,
ü  Beri minum air hangat,
ü  Ajarkan teknik nafas dalam,
ü  Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
ü  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.

ü  Klien kooperatif dengan perawat,
ü  Klien mengatakan sesak berkurang,
ü  Klien Bersedia meminum obat,
ü  Klien mampu melakukan teknik nafas dalam.


BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Asma adalah suatu kadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Diantara dignosa yang muncul pada pasien asma bronkialis ini adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sputum, nyeri akut berhubungan dengan intensitas batuk yang tinggi, dan ketidakefektifan polaa nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar